Beranda | Artikel
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 145 - 146
Jumat, 15 Februari 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 145 – 146 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan RodjaTV pada Selasa, 29 Jumadal Awwal 1440 H / 05 Februari 2019 M.

Kajian Tafsir Al-Quran: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 145 – 146

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَّا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ ۚ وَمَا أَنتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ ۚ وَمَا بَعْضُهُم بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ ۚ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُم مِّن بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ إِنَّكَ إِذًا لَّمِنَ الظَّالِمِينَ ﴿١٤٥﴾

Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu — kalau begitu — termasuk golongan orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-Baqarah[2]: 145)

Pada pertemuan yang lalu sudah kita sebutkan makna-maknanya pada pertemuan kemarin. Sekarang kita ambil faidah-faidahnya. Kata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah, diantara faidah ayat ini:

Pertama, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat semangat sekali untuk memberikan hidayah kepada manusia. Ini kita ambil dari firman Allah, “jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu“. Artinya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat ingin supaya ahli kitab mengikuti kiblat umat Islam. Itu menunjukkan betapa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam semangat sekali didalam mendakwahi manusia.  Sebagaimana Allah menyebutkan di dalam surat At-Taubah ayat 128, Allah berfirman:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ ﴿١٢٨﴾

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah[9]: 128)

Maka dari itu seorang Da’i itu harus lebih semangat memberikan hidayah daripada sebatas memvonis. Banyak dizaman sekarang orang yang kalau sudah bisa memvonis orang lain sepertinya adalah sesuatu yang membanggakan. Padahal seharusnya kita lebih semangat untuk memberikan hidayah. Karena tujuan dakwah untuk memberikan hidayah kepada manusia. Adapun sanksi, hukuman, itu tujuannya supaya mereka jera dan mau meninggalkan kemungkaran dan kesesatan.

Maka dari itulah kita semua harus berusaha semangat untuk memberikan hidayah kepada manusia. Jangan merasa kita sudah ngaji, ketika melihat orang awam yang baru ngaji itu seperti melihat setan. Karena jonggotnya dicukur, karena dia musbil kita pelototin. Akhirnya ketakutan. Sikap seperti ini salah.

Seharusnya ketika kita sudah ngaji, sudah paham sunnah, Alhamdulillah sudah hijrah, ketika kita melihat orang yang belum hijrah, yang belum taubat, masih berbuat maksiat, kita harus semangat bagaimana menyadarkan dia. Karena itu sifat Rasulullah dan sifat para Nabi semua begitu. Sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menceritakan ada seorang Nabi yang dipukuli oleh kaumnya sampai berdarah-darah wajahnya. Lalu Nabi ini sambil mengusap darah dari wajahnya berdo’a, “Ya Allah, berikan hidayah kepada kaumku, karena mereka tidak tahu.”

Maka kita pun juga berusaha, bagaimana supaya mereka-mereka yang masih berada dalam kubangan maksiat, sadar. Mereka yang berada dalam kubangan kesyirikan, kebid’ahan, meninggalkannya. Memang butuh kesabarannya.

Kedua, orang-orang ahli kitab itu terutama orang-orang Yahudi sangat menentang. Disebutkan dalam ayat ini, “kalau kamu membawakan semua ayat, tetap saja mereka nggak bakalan ikut kiblat kamu.” Artinya mereka itu tetap akan menolak.

Namun bukan berarti karena mereka sangat ngeyel kemudian kita tidak dakwahi. Tetap kita dakwahi sebagaimana Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendakwahi mereka.

Ketiga, Ka’bah adalah kiblat untuk kaum Muslimin secara khusus. Karena Allah menyebutkan dalam ayat tersebut, “kamu tidak mungkin mengikuti kiblat mereka.” Berarti kiblat mereka berbeda dengan kiblat kita. Ka’bah khusus untuk kaum Muslimin, Alhamdulillah. Sebetulnya Ka’bah adalah kiblat seluruh Nabi dan Rasul. Nabi Ibrahim dan Nabi-Nabi setelahnya, kiblatnya ke Ka’bah.

Keempat, wajibnya tunduk kepada kebenaran apabila dalil sudah jelas kepada kita. Karena di sini Allah sedang mencela orang-orang ahli kitab. Ketika mereka dibawakan dalil, dibawakan ayat-ayat, mereka tidak mau ikut. Maka kalau diantara kita sudah dibawakan dalil, sudah dibawakan hujjah, tapi tetep ngeyel dengan kebid’ahannya, dengan kesyirikannya, dengan penyimpangannya, berarti dia menyerupai ahli kitab.

Karakteristik seorang Mukmin yang paling menonjol yaitu tunduk kepada kebenaran. Seorang Mukmin lebih mencintai kebenaran dari segala-galanya. Makanya kata para ulama, “Hikmah itu adalah barang carian seorang mukmin.”

Kalau ada kebenaran, dalilnya jelas, hujannya kuat, langsung ia ikuti kebenaran. Tidak melihat siapa yang mengucapkannya. Selama itu haq, itu benar, itu jelas dalil dan hujjahnya, walaupun yang menyampaikannya orang yang lebih muda dari kita, walaupun yang menyampaikannya bawahan kita, kita terimanya. Maka dari itu ketundukan orang yang beriman, motto hidupnya sami’na wa atha’na.

Makanya lihat para Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kalau tampak kepada mereka kebenaran, mereka langsung tunduk kepada kebenaran. Sebagaimana pernah saya ceritakan, ketika Ibnu ‘Abbas berdebat dengan Zaid bin Tsabit tentang permasalahan apakah wanita haid boleh pergi tanpa tawaf wada’ atau tidak. Ibnu ‘Abbas mengatakan boleh. Zaid bin Tsabit mengatakan tidak boleh harus. Dia harus menunggu dulu sampai selesai haid kemudian tawaf wada’ baru pulang. Apa kata Ibnu ‘Abbas?, “Silahkan kamu tanya kepada istrimu sendiri, waktu itu dia ikut Haji wada’ bersama Rasulullah.” Pergilah ia kepada istrinya untuk bertanya. Pulang-pulang senyum kepada Ibnu ‘Abbas sambil berkata, “benar kamu Ibnu ‘Abbas.”

Demikian pula para Tabi’in, para Tabiut Tabi’in, kalau tambak kepada mereka kebenaran, mudah mereka untuk mengikutinya, mudah bagi mereka menyelisihi seseorang. Karena menyelisihi Rasul itu lebih berat daripada menyelisihi semua manusia. Jangan sampai kita lebih berat menyelisihi ustadz kita, lebih berat menyelisihi kiayi kita daripada menyelisihi Rasul. Salah besar ini. Karena yang mengucapkannya ustadz yang sangat kita hormati, seakan-akan ucapan itu wahyu dari langit. Harus diterima, siapa yang menentangnya ahli bid’ah. Ini berbahaya.

Kewajiban kita adalah melihat, ada atau tidak dalilnya dari Allah dan RasulNya? Bagaimana, ada atau tidak pemahaman dari Salafush Shalihnya?

Maka itulah seorang Mukmin. Kalau misalnya selama ini dia mempunyai pendapat begini, kemudian setelah dia pelajari ternyata dia mendapatkan dalil yang lebih kuat, pendapat yang lebih kuat, wajib ia tinggalkan pendapatnya yang lemah dan berpegang kepada pendapat yang lebih kuat.

Kelima, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mustahil mengikuti kiblatnya orang Yahudi dan Nasrani. Karena kiblatnya ahli kitab itu tidak ditetapkan oleh syariat. Berbeda dengan kiblat kita, kalau kiblat kita ditetapkan oleh Allah langsung. Allah turunkan ayat yang memerintahkan kita menghadap ke kiblat.

Simak pada menit ke – 14:33

Simak dan Download MP3 Kajian Tafsir Al-Quran: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 145 – 146


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46641-tafsir-surat-al-baqarah-ayat-145-146/